Saturday, December 22, 2012

Kartini dan Kesadaran Politik Indonesia

Indooke.com Berbicara masalah hari ibu, mungkin sebaian orang ada yang tidak tahu tanggal daripada hari ibu tersebut, dan hari ibu tersebut jatuh pada tanggal 22 Desember. Namun, pada pembahasan kali ini saya tidak akan membahas hari ibu, ada yang lebih penting lagi yakni hari kartini, dimana kartini yang jatuh pada tanggal 21 April, Kartini merupakan sosok ibu yang senantiasa berjasa pada negara indonesia ini dan beliau adalah seorang wanita yang tegas dan bijaksana.

Kartini dan Kesadaran Politik Indonesia

RA Kartini
Ketika saya masih anak - anak, ketika kata - kata "Emansipasi" belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab - kitab tentang kebangunan kaum puteri masih jauh dari angan - anan saya. tetapi dikala itu telah hidup dalam hati sanubari saya, satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri "(Surat RA Kartini kepada nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899).

Kartini boleh jadi tersenyum di dalam sana, karena kata "emansipasi" ternyata sekarang terbunyi begitu keras, bahkan bergema diseluruh dunia. Keinginannya untuk membuat perempuan begitu dapat bebas, merdeka dan berdiri sendiri, saat ini telah dapat dicapai oleh sebagian perempuan indonesia. Sayang rasanya sikap kita mengembangkan proses reduksi sosok dan ide - ide kartini yang saat ini dicurigai tengah berlangsung cukup kuat melanda bangsa kita. Reduksi sokok dan ide - ide kartini menyebabkannya dikenal dan diformalkan sebagai suri tauladan, bukan karena apa yang dikatakannya melainkan apa yang dikatakan menenai dirinya sebagai si,bol emansipasi (persamaan hak) kaum perempuan.

RA Kartini, puteri bupati Rembang yang lahir 21 April 1879 dan satu dari sedikit orang yang berkesempatan mengenyam pendidikan di Europeesce Lagere School (ELS) - Setingkat Sekolah Dasar (SD) - sampai saat ini ternyata masih memberikan motivasi. simbol kartini menyadarkan semua orang untuk memberikan keluasaan terhadap kaum perempuan dalam meniti kehidupannya. Dilain pihak Kartini modern saat ini, menghadapi bentuk tantangan laina yang tak kalah berat dari mulai diskriminasi, marginalisasi, eksploitasi sampai kekerasan domestik. 

RA Kartini mungkin tak mengira bahwa kaumnya akan mengalami hantaman yang semakin berat dari hari ke hari, disamping suara kampungnya yang semakin diperhitungkan dalam kancah perpolitikan di negeri ini. Namun demikian tak pelak banyak pula piihak yang masih memarginalisasi keberadaan mereka. 

Kuota 30% untuk perempuan menjadi calon anggota leislator telah menginspirasi usaha - usaha pemberdayaan politik kaum perempuan kita. Dukungan kuat dan pendidikan politik bagi perempuan sebagai pemilih terbesar dalam pemilu. Dilakukan sebagai upaya pemberdayaan aar kaum perempuan dapat lebih menyadari hak - hak konstitusioanlnya. Ironisnya, seringakali posisi politik kaum perempuan kita masih dianggap komoditas instan yang mudah dicampakkan ketika tak lagi dibutuhkan. 

Ketidakadilan tersirat melalui berbagai kebijakan dan keputusan kekuasaan selalu terulang yang belum banyak memihak pada kakumperempuan. UU KDRT (Kekerasan Dalam Rmah Tangga). UU Kesehatan Reproduksi belum ada tangapan, UU Pornografi yang masih bias jender, persoalan tenaga kerja wanita (TKW) yang memilukan, hukuman bagi pelaku kejahatan seksual yang demikian ringan, peristiwa mei 1998 yang mengorbankan kaum perempuan tapi belum diusut tuntas adalah sedikit dari sederet kekerasan negara terhadap perempuan (state violence againts women).

Kita sering dengar, masa lampau membentuk masa kini, dan masa kini membentuk masa kemudian. Jiwa yan demokratis dan anti feodalisme adalah ide yang pertama kita tangkap dengan otak kecil kita dalam sosok kartini. Dan saat ini, demi demokrasi yan ramai kita dengung denungkan, mendukung calon anggota legislatif dan pemerintahan dari calon perempuan disaat pemilu, adalah salah satu pintu masuk bagi upaya selanjutnya dalam membangun demokratisasi kesadaran dan hak politik kaum perempuan.

Kaum perempuan pula dapat mengontrol kekuasaan agar lebih sensitif terhadap kepentingan perempuan, namun demikian pemberdayaan politik perempuan wajib memberi kontribusi pada penyelesaian persoalan - persoalan yang mengakibatkan krisis bangsa, diantaranya dekadensi moral para pejabat negara.

Bahwa kartini adalah seorang perempuan yan hebat itu tak usah kita ragukan lagi. Bahwa surat - suratnya penuh dengan informasi penting pada jaman itu, tak mungkin lagi kita pungkiri bahwa buah pikirannya yang tertuang dalam surat - suratnya menjadi insprirasi banyak tokoh pergerakan kemerdekaan kita adalah hal yang diakui orang. Saat ini yang kita butuhkan adalah semangat kartini yang sangat ingin kaum perempuan menolon dirinya sendiri sehingga dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula, seperti suratnya kepada Nyonya Abendadon, 12 Desember 1902 "kami berikhtiar supaya kami teguh, sungguh, sehingga kami sanggup diri sendiri. Menolong diri sendiri, itu kerap lebih suka daripada menolon orang lain. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula".

Kita telah sangat lama menunggu apakah kaum peerempuan dapat menolong bangsa ini dari derita krisis akibat dekadensi moralitas?. Jika kaum perempuanpun tidak sanggup mengatasinya, siapa lagi yang bisa kita harapkan? "bagi saya ada dua macam bangsawan, ialah bangsawan pikiran dan bangsawan budi. Tidaklah yang lebih ila dan bodoh menurut pendapat saya daripada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya" (Surat RA Kartini kepada Nona Zeehander, 18 Agustus 1899). 

Ketidakadilan yang tersirat melalui berbagai kebijakan dan keputusan kekuasaan semestinya jangan terulang, yang harus memihak pada kaum perempuan. Berbagai regulasi "yang progeder" atau berorientasi pada tumbuh dan berkembangnya potensi perempuan dalam berkiprah terhadap bangsa harus menjadi koridor dalam setiap substasnsi penyusunan regulasi oleh lembaga pemerintahan dan lembaga politik. Peristiwa - peristiwa masa lalu dan berbagai kejadian serta sederet kekerasan negara terhadap perempuan harus menjadi prioritas pemerintah, sehingga negara kita terbebas dari dosa - dosa sejarah terhadap kaum perempuan. sikap seperti inilah sebenarnya yang menjadi obsesi para tokoh perempuan Idonesia dalam sejarah, seperti RA Kartini, Dewi Sartika dan lain - lain.

Mungkin sekian pembahasan tentang Kartini dan Kesadaran Politik Indonesia semoga kita dapat mendapatkan pelajaran yang berharga dari para pejuang Indonesia.