Thursday, January 23, 2014

Siapa Takut Hadapi Pragmatisme

Pragmatisme adalah pola pikir yang berorientasi pada kepentingan praktis ekonomi dalam kehidupan individual dan kultural. Kegiatan dianggap pragmatis apabila membawa hasil. Hal ini berasal dari keyakinan bahwa kebenaran bersifat tidak pasti, kecuali apa yang berfaedah atau bermanfaat secara materialita.
Meskipun pada awalnya pragmatisme  metode berfikir yang mendasari pandangannya pada empirisme, tetapi para pendukungnya tidak puas sekedar menjadikan postulat kebenaran itu bersifat empirik semata, kemudian ia ditentukan berdasarkan pengalaman dan dapat dirasakan manfaatnya. Dengan demikian pragmatisme menjadi metode pembuktian kebenaran berdasar tindakan.
Didorong oleh hasrat kebebasan dan kebutuhan, pragmatisme menghipnotis masyarakat sehingga mengakui bahwa yang benar adalah yang berfaedah bagi manusia dan memenuhi kebutuhan jasmani. Ajaran ini menjadi doktrin bahwa kebenaran itu relative, tidak pasti dan harus dapat diukur secara empirik dan berfaedah bagi hidup manusia.

Barak Obama
Source : http://farm4.staticflickr.com/3181/3004284537_573b71936a.jpg
flickr.com/photos/art_es_anna/

Seperti yang yang diketahui abad ke-19 memunculkan tokoh-tokoh pemikir, diantaranya Karl Marx (1818-1883) dikawan eropa dan William James (1842-1910) dikawasan Amerika. Kedua pemikir itu mengklaim telah menemukan kebenaran. Marx , yang terpengaruh positiveisme, melahjirkan sosialisme dan James relativisme, melahirkan pragmatism. Kedua mazhab ini dimaksudkan supaya kemanusiaan siap menghadapi ilustrasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kunci utama pemahaman pragmatisme terletak pada dimensi kegunaan atau kepraktisan. Menjadikan sesuatu dapat dikerjakan secara praktis adalah kriteria bagi kebenaran. James berpendapat bahwa kebenaran itu tidak terletak diluar dirinya, tetapi manusialah yang menciptakan kebenaran. It is useful because it is true, it is true because it is useful. Karena kriteria kebenaran itulah, pragmatisme sering dikritik sebagai filsafat  yang mendukung bisnis dan politik.

Menarik analisis Kuntowijoyo (2007), Seklaipun william James menulis Varieties of Religious Experiences, tidak berarti bahwa dia mendukung kesadara beragama. Selama pengalaman keagamaan itu berguna bagi yang bersangkutan, maka ia benar. Dengan demikian Pragmatisme adalah Relativisme. Tidak ada kebenaran abadi dan mutlak, segalanya tergantung pada apakah kebenaran itu berguna atau tidak.
Tetapi pandangan kebenaran itu didasari pertimbangan kebutuhan yang sifatnya material. Sesuatu dianggap berguna adalah yang bersifat materil. Dengan demikian kriteria kebenaran adalah yang dapat diukur secara rasional - material, atas dasar semangat kebendaan inilah, pragmatisme merelativasi kebenaran dan keadilan, dan memanifulasinya sesuai kebutuhan.

No comments:

Post a Comment